4 Januari 2013

Bercerita Atau Mengeluh?

Sumber

Ada perbedaan tipis antara bercerita dengan mengeluh. Ketika seseorang bercerita kepada sahabat atau orang yang dipercayainya, dia akan mengeluarkan semua uneg-uneg yang dirasakannya, berharap dengan bercerita beban yang ditanggungnya akan berkurang. Namun, ada sebagian yang orang menganggap apa yang dia ceritakan hanyalah berisi tentang keluhan, tiada hari tanpa mengeluh.

Ketika seseorang baru bertemu dengan orang-orang yang bisa mengerti dan memahaminya dengan baik, maka dia akan bercerita dengan bebas kepada orang-orang tersebut. Keluarnya berbagai rahasia tentu karena adanya kepercayaan. Terkadang seseorang hanya ingin didengar, hanya ingin orang lain menyimak dengan penuh perhatian tanpa harus memberikan saran atau nasehat atau membantunya membuat keputusan untuk menyelesaikan masalahnya. Tetapi tidak semua orang mengetahui hal itu.

Ketika suatu hubungan sudah berjalan hingga mencapai beberapa dekade, maka kejenuhan untuk mendengar dengan sepenuh hati pun akan semakin terkikis, hal ini hadir karena bosan mendengar keluhan yang sama dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun. Seiring dengan keluhan yang semakin bertambah dan dengan tema yang sama tapi tidak diiringi dengan perubahan, maka akan membuat orang itu semakin jenuh hingga akan mengatakan kebenarannya.

Bercerita, tentu semua orang membutuhkannya, sebagai terapi jiwa yang kesepian. Begitupun saya pribadi, sangat membutuhkan teman untuk bercerita atau bertukar pikiran. Saya sendiri adalah tipikal seorang yang pendiam dan cenderung tertutup, meskipun saya tidak banyak berbicara tapi saya menutupinya dengan bersikap ramah dan tidak pelit senyuman.

Ketika masa kecil dulu, saya membunuh kesepian dengan bermain bersama teman-teman dan bercerita dengan seorang sahabat. Ketika beranjak remaja, saya masih merasakan kesepian, meskipun ada sahabat lainnya tapi saya merasa mereka masih terlalu egois untuk diri mereka sendiri, ataukah saya sendiri yang justru bersikap terlalu egois. Ketika beranjak dewasa, saya masih merasakan kesepian yang sama, bahkan ketika teman-teman pergi meninggalkan dan melupakan, saya semakin terjerat dalam dunia kesepian.

Sumber
Saya sangat haus kasih sayang, tapi saya juga termasuk orang yang penuh dan tidak pelit kasih sayang. Dan ketika seseorang telah mengatakan bahwa saya sudah terlalu banyak mengeluh, maka saya akan menarik dan menahan diri untuk tidak bercerita lagi kepadanya. Hal ini saya lakukan untuk menjaga diri saya sendiri, untuk mengurangi dan tidak mengeluh lagi, untuk intropeksi diri lagi, sekaligus untuk memilah mana yang sepantasnya saya ceritakan dan mana yang hanya berisi keluhan.

Tapi, saya masih bingung untuk mengkategorikan cerita-cerita ini. Apakah memang masuk ke dalam cerita yang penuh arti, apakah cerita yang mengandung manfaat, apakah cerita yang harus diberikan solusi untuk menyelesaikannya atau memang hanya cerita sampah (keluhan tiada akhir) semata.

Bila sudah begitu, saya kembali kepada sahabat lama yang masih setia mendampingi. Dia tiada membalas dengan cacian, makian, penghakiman, dan tiada pula memberikan saran, nasehat, petuah, wejangan atau kalimat menenangkan lainnya. Dia hanya diam, selalu diam seribu bahasa. Hanya bisa melihat apa yang saya ceritakan dan hanya bisa merasakan apa yang ada di hati. Sahabat itu bernama buku diary, dan kini beralih ke dunia online yaitu blog.

Bukan diary namanya bila semua orang bisa membaca apa yang saya tulis, bukan diary namanya bila semua rahasia saya tuliskan di blog, bukan diary namanya bila semua orang mengetahui aib saya. Hanya segelintir kisah yang saya tuangkan di blog, tentunya dengan kiasan-kiasan yang mungkin bisa dimengerti atau justru membingungkan. Dulu ketika saya sedang fanatik dengan blog, saya sangat mengharapkan komentar dari para sahabat blogger maupun dari para pengunjung blog. Harapan yang ada karena saya sangat membutuhkan feedback, sangat membutuhkan perhatian, sangat haus kasih sayang, sangat kesepian….

Seiring berlalunya waktu, semua hal akan berubah, termasuk pola pikir saya. Tidak munafik bila saya masih berharap teman-teman blogger akan memberikan komentar atau sekedar menanyakan kabar, tetapi saat ini saya harus bersikap lebih wise untuk menyikapinya dan harus menempatkan diri untuk memuaskan nafsu sebagai penulis. Menuliskan apa saja yang saya suka, apa saja yang saya rasa, apa saja yang hadir di hidup saya.

Sumber

Memang benar adanya bahwa menulis adalah salah satu metode terapi jiwa yang sangat efektif. Setelah sekian tahun, akhirnya saya menyadari bahwa jiwa saya memang berada di dunia ini, dunia penulis. Pantas saja sejak saya bisa menulis, jari ini selalu ingin menari dan menggoreskan rangkaian kata. Meskipun jiwa penulis ini pernah dikungkung habis untuk dibinasakan, tapi apa yang namanya jiwa akan tetap melekat pada pemiliknya, dan mungkin Allah mengembalikan hal ini lagi kepada saya. Here I am, to be a great writer (Insya Allah).

Tiada yang salah dengan menulis, yang salah hanyalah waktu, tempat dan apa yang ditulis.

Keep writing guys J



040113

0 komentar:

Posting Komentar

ShareThis