Anekdot tentang salah satu makhluk halus yang menakutkan,
yaitu kuntilanak, memang sudah lama terdengar, tapi bagi saya anekdot itu masih
tetap saja lucu, apalagi bila dikaitkan dengan gaya busana wanita sekarang,
saya kira Anda juga sudah pernah mendengar tentang anekdot ini.
Anekdot sederhana yang berbunyi seperti ini “Kuntilanak
itu lebih sopan daripada wanita kebanyakan, meskipun sama-sama wanita dan
berbeda wujud atau dunia, tapi kuntilanak tetap tidak terpengaruh dengan busana
yang ‘kurang bahan’, lihat saja pakaiannya, masih tertutup rapat dari pundak
sampai ke ujung kaki”
Anekdot yang cukup menghibur bila dijadikan lucu-lucuan
atau sekedar banyolan. Namun, tidak banyak orang yang mau mengambil hikmah apa
yang terkandung dari seloroh tersebut. Sebuah sindiran tersemat di dalam
anekdot itu, ya, sindiran bagi kami, para wanita, atau lebih khususnya bagi
wanita yang hobi atau senang menggunakan pakaian serba minim.
Betapa menyedihkan bila para wanita harus dibandingkan
dengan wujud kuntilanak, yang notabene dalam
hal berbusana. Apakah gaya berpakaian wanita sudah sangat melampaui batas,
dalam artian sudah tidak bisa menjaga adat kesopanan atau ketimuran? Memang ada
kerancuan, ketika beberapa wanita yang membawa nama Indonesia selalu
membanggakan adat istiadat ketimuran yang berasal dari Indonesia, namun ketika
dilihat dari caranya berbusana saja sudah tidak mencerminkan apa yang dia
utarakan.
Terlepas dari apakah budaya yang diikuti dan dilakukan
oleh wanita mengikuti cara berbusana dari pakaian adat atau justru hanya mengambil
sisi ketimurannya saja, wanita tetaplah harus menjaga norma-norma kesopanan yang
melekat erat pada tubuhnya. Sedikit saja ada belahan yang terbuka dan memperlihatkan
bagian intim tubuh wanita, maka segala mata akan tertuju padanya, bahkan semua
mulut pun akan ikut-ikutan berkomentar. Ingat, hanya satu belahan saja dari
tubuhnya wanita mampu mengguncangkan dunia dengan berita yang menghebohkan.
Apa yang bernama fashion
atau style selalu hadir di dunia
wanita, seperti bling-bling yang berkilauan dan menyilaukan mata, terlihat
cantik dan indah tapi juga bisa mendatangkan bencana. Seperti juga HAM yang
sering dielu-elukan oleh orang-orang, wanita juga memiliki kuasanya sendiri
atas bagaimana dia berbusana.
Tapi, bagi saya pribadi, saya masih merasa malu bila
dibandingkan dengan kuntilanak dalam hal berpakaian. Dia yang tidak pernah berdandan,
masih tetap terlihat elegan dengan rias wajah yang pucat pasi dan rambut
panjang yang terurai (tentunya rambut panjang alami dan bukan rambut sambung),
sungguh berbeda dengan tata rias wanita yang ingin telrihat cantik tapi justru
malah terlihat menor. Pakaian kebesaran yang selalu sama dari generasi ke
generasi seperti menjadi icon dan ciri khasnya, yaitu pakaian serba putih dan
berbentuk jubah panjang, tidak ketat sama sekali, tidak transparan dan tidak
kekurangan bahan, sungguh berbeda dengan style
wanita yang serba “hemat” dalam menggunakan bahan. Meski pun begitu, tetap ada satu
hal yang tidak saya sukai, ketawa melengkingnya itu yang masih tampak
menyeramkan, hhhiiiii….
Selamat menikmati Jum’at ceria J
060712
2 komentar:
anekdot tentang kunti emang banyak mba, salah satunya : kunti.. walaupun sedih tapi selalu tertawa... hihihiihihihi :P
mengenai kostum... eeeee.... gimana ya? kadang galakan yang ditegur sih daripada yang negur
@NF : hahahaha... iya, ketawa cekikikannya itu yg mengerikan, hhhiiiiii....
wkwkwkw... salah kostum kali ya, ketuker :p
Posting Komentar