Ada untungnya juga memiliki jaket yang berwarna nge-jreng, cerah ceria, orange kalem adalah warnanya. Jadi semacam iconic yang menandakan bahwa itu adalah diriku. Jadi kemanapun aku pergi orang-orang sudah hapal bahwa itu adalah aku, jangankan keluarga, teman-teman, sampai kernet dan supir angkot pun hapal dengan jaket orange-ku ini.
Tentu saja ada berkah tersendiri saat aku mengenakannya. Salah satunya adalah lunasnya hutang ongkos angkotku yang tidak disengaja. Awal mula saat aku berangkat kerja dan harus membayar ongkos angkot sebedar Rp 4.000,- (sebelum kenaikan BBM). Satu hal yang aku lupa adalah aku tidak punya uang receh, hanya 2 lembar uang Rp 50.000,-. Mau nggak mau dan dengan berat hati aku harus membayar ongkos angkot dengan uang Rp 50.000,- itu, meskipun aku tahu kalau supir angkot mungkin akan marah.
Selama di perjalanan, aku berharap bisa bertemu dengan teman, mana tahu aku bisa meminjam uangnya dulu, hehehe. Ternyata, sampai di tujuan pun aku tidak bertemu dengan salah seorang teman.... Akhirnya dengna berat hati ku keluarkan juga uang Rp 50.000,- itu dan memberikannya kepada pak supir. Benar dugaanku, pak supir itu tidak punya uang kembaliannya.Tentu saja ada berkah tersendiri saat aku mengenakannya. Salah satunya adalah lunasnya hutang ongkos angkotku yang tidak disengaja. Awal mula saat aku berangkat kerja dan harus membayar ongkos angkot sebedar Rp 4.000,- (sebelum kenaikan BBM). Satu hal yang aku lupa adalah aku tidak punya uang receh, hanya 2 lembar uang Rp 50.000,-. Mau nggak mau dan dengan berat hati aku harus membayar ongkos angkot dengan uang Rp 50.000,- itu, meskipun aku tahu kalau supir angkot mungkin akan marah.
Kebetulan aku melihat seorang tukang sayur sedang mangkal di pinggir jalan, aku katakan kepada pak supir kalau aku akan menukarkan uang dulu. Saat aku sedang melakukan transaksi tukar-menukar uang, eh angkot itu malah pergi sambil membunyikan klakson dan pak supir melambaikan tangannya.
Waduh, merasa bersalah sekali aku.... Uang Rp 50.000,- masih ada di tanganku, mataku masih memandangi angkot itu sampai jauh dan aku berdoa di dalam hati semoga bapak supir angkot itu mendapatkan berkah dan rezeki yang banyak, aamiin ya Rabb. Dan aku berjanji, bila aku bertemu lagi dengannya maka aku harus membayarkan ongkos yang kuhutangi. Meskipun aku sulit untuk bertemu dengannya lagi karena aku lupa tidak mencatat nomor polisi angkotnya.
Selang beberapa waktu, aku masih berusaha mencari supir dan angkot yang sama, namun belum bertemu juga. Hari Kamis tanggal 27 Juni 2013 adalah salah satu hari bersejarah yang kutunggu-tunggu. Akhirnya aku menaiki angkot yang sama. Aku perhatikan dengan seksama supir angkotnya ternyata sama! Meskipun masih sedikit ragu tapi aku harus yakin.
Aku mengeluarkan uang Rp 5.000,- sebanyak dua lembar dan mulai menyusun kata-kata apa yang akan aku ucapkan nanti. Saat turun dari angkot, aku langsung menyodorkan total uang Rp 10.000,- itu sambil mengatakan, "Pak, waktu itu saya belum bayar kan? Jadi saya bayar double ya". "Oh iya", jawab pak supir itu pendek sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya, mungkin dia juga berusaha mengingatku melalui jaket berwarna orange yang selalu aku kenakan.
Alhamdulillah ya Rabb... hutangku akhirnya lunas dengan cara yang baik. Subahanallah...
Nilai atau nominal uang bukanlah parameter mutlak untuk menentukan kebaikan seseorang, tapi keikhlasan dan ketulusan hati untuk membantu orang lain adalah harga yang paling tinggi dari harta mana pun di dunia ini. Ingatlah, Allah apsti membalas kebaikan apa pun yang telah kita lakukan.
-170713-
1 komentar:
orang2 yang ikhlas selalu ada di permukaan bumi manapun... tulisan keren..
Posting Komentar