[1] Setelah makan malam,
seorang ibu dan putrinya bersama-sama mencuci mangkuk dan piring, sedangkan
ayah dan putranya menonton TV di ruang tamu. Mendadak, dari arah dapur
terdengar suara piring pecah, kemudian sunyi senyap. Si putra memandang ke arah
ayahnya dan berkata, “Pasti ibu yang memecahkan piring itu”. “Bagaimana kamu
tahu?” kata si ayah. “Karena tak terdengar suara ibu memarahi orang lain” sahut
anaknya.
Kita semua sudah terbiasa menggunakan standar yang berbeda melihat
orang lain dan memandang diri sendiri, sehingga acapkali kita menuntut orang
lain dengan serius, tetapi memperlakukan diri sendiri dengan penuh toleran.
[2] Ada dua grup pariwisata
yang pergi bertamasya ke pulau Yi Do di Jepang. Kondisi jalannya sangat buruk,
sepanjang jalan terdapat banyak lubang. Salah satu pemandu berulang-ulang
mengatakan keadaan jalannya rusak parah dan tak terawat. Sedangkan pemandu yang
satunya lagi berbicara kepada para turisnya dengan nada puitis, “Yang kita
lalui sekarang ini adalah jalan protokol ternama di Yi Do yang bernama jalan
berdekik yang mempesona”
[3] Murid kelas 3 SD yang
sama, mereka memiliki cita-cita yang sama pula yaitu menjadi badut. Guru dari
Tiongkok pasti mencela, “Tidak mempunyai cita-cita yang luhur adalah anak yang
tidak bisa dibina!” Sedangkan guru dari Barat akan bilang, “Semoga Anda
membawakan keceriaan bagi seluruh dunia!”
Terkadang, orang yang lebih tua, bukan hanya lebih banyak menuntut
daripada memberi semangat, malahan sering membatasi definisi keberhasilan
dengan arti yang sempit.
[4] Seorang istri sedang
memasak di dapur. Suami yang berada di sampingnya mengoceh tidak berkesudahan,
“Pelan sedikit, hati-hati! Apinya terlalu besar. Ikannya cepat dibalik,
minyaknya terlalu banyak!” Istrinya secara spontan menjawab, “Saya mengerti
bagaimana cara memasak sayur”. Suaminya dengan tenang menjawab, “Saya hanya
ingin dirimu mengerti bagaimana perasaan saya saat saya sedang mengemudikan
mobil, engkau yang berada di samping mengoceh tak ada hentinya”
Belajar member kelonggaran kepada orang lain itu tidak sulit, asalkan
Anda mau dengan serius berdiri di sudut dan pandangan orang lain melihat suatu
masalah.
[5] Sebuah bus yang penuh
dengan muatan penumpang sedang melaju dengan cepat menelusuri jalanan yang
menurun, dan ada seseorang yang sedang mengejar bus ini dari belakang. Seorang
penumpang mengeluarkan kepala keluar jendela bus dan berkata dengan orang yang
mengejar bus, “Hai kawan! Sudahlah Anda tak mungkin bisa mengejar!”. Orang
tersebut menjawab, “Saya harus mengejarnya…”. Dengan nafas tersenggal-senggal
dia berkata, “Saya adalah pengemudi dari bus ini!”
Ada sebagian orang yang berusaha keras dengan sangat serius, jika tidak
demikian, maka akibatnya akan sangat tragis! Dan juga dikarenakan harus
mengahdapi dengan sekuat tenaga, maka kemampuan yang masih terpendam dan
sifat-sifat khusus yang tidak diketahui oleh orang laon selama ini akan
sepenuhnya keluar.
[6] Si A : “Tetangga yang baru
pindah itu sungguh jahat, kemarin tengah malam dia datang ke rumah saya dan
terus menerus menekan bel di rumah saya”
Si B : “Memang sungguh jahat! Adakah
Anda segera melapor polisi?”
Si A : “Tidak. Saya menganggap
mereka orang gila, yang terus menerus meniup terompet kecil saya”
Semua kejadian pasti ada sebabnya, jika sebelumnya kita bisa melihat
kekurangan kita sendiri, maka jawabannya pasti berbeda.
[7] Zhang San sedang
mengemudikan mobil berjalan di jalan pegunungan, ketika dengan santai menikmati
pemandangan yang indah, mendadak dari arah depan datang sebuah truk barang. Si
supir truk membuka jendela dan berteriak dengan keras, “Babi!”. Mendengar suara
ini Zhang San menjadi emosi, dia juga membuka jendela dan memaki, “Kamu sendiri
yang babi!”. Baru saja selesai memaki, dia telah bertabrakan dengan gerombolan
babi yang sedang menyebrangi jalan.
Jangan salah tafsir maksud kebaikan dari orang lain, hal tersebut akan
menyebabkan kerugian Anda, juga membuat orang lain terhina.
[8] Seorang bocah bertanya
kepada ayahnya, “Apakah menjadi seorang ayah akan selalu mengetahui lebih
banyak dari pada anaknya?”.
Ayahnya menjawab, “Sudah
tentu!”
“Siapa yang menemukan
listrik?”
“Edison”
“Kalau begitu mengapa bukan
ayah Edison yang menemukan listrik?”
Pakar acap kali adalah kerangka kosong yang tidak teruji, lebih-lebih
pada zaman pluralis terbuka seperti sekarang ini.
[9] Ketika mandi, Toto kurang
hati-hati telah menelan sebongkah kecil sabun, ibunya dengan gugup menelepon
dokter rumah tangga untuk meminta pertolongan.
Dokter berkata, “Sekarang ini
saya masih ada beberapa pasien, mungkin setengah jam kemudian saya baru bisa
datang ke sana”
Ibu Toto bertanya, “Sebelum
Anda datang, apa yang harus saya lakukan?”
Dokter itu menjawab, “Berikan
Toto secangkir air putih untuk diminum, kemudian melompat-lompat sekuat tenaga,
maka Anda bisa menyuruh Toto meniupkan gelembung busa dari mulut untuk
menghabiskan waktu”
Jika peristiwa sudah terjadi, mengapa tidak dihadapi dengan tenang dan
yakin. Daripada khawatir lebih baik berlega, daripada gelisah lebih baik
tenang.
[10] Sebuah gembok yang sangat
kokoh tergantung di atas pintu, sebatang tongkat besi walaupun telah menghabiskan
tenaga besar, masih juga tidak bisa membukanya. Kuncinya datang, badan kunci
yang kurus itu memasuki lubang kunci, hanya diputar dengan ringan, “plak”
gembok itu sudah terbuka.
Hati dari setiap insane, persis seperti pintu besar yang telah
terkunci, walaupun Anda menggunakan batang besi yang besar pun tak akan bisa
membukanya. Hanya dengan mencurahkan perhatian, Anda baru bisa merubah diri
menjadi sebuah anak kunci yang halus, masuk ke dalam sanubari orang lain.
100912
0 komentar:
Posting Komentar