Pasti ada banyak hal yang tidak kita mengerti dan selalu dipertanyakan, digugat apa jawabannya. Khususnya terkait dengan masa lalu, ya, sangat banyak pertanyaan yang menghampirinya. Untuk kesekian kali, aku pernah mengatakan bahwa "terkadang masa lalu itu dapat menyelamatkan seseorang tapi juga terkadang dapat menghancurkannya".
Atau seperti secuil ceramah yang pernah diutarakan oleh Ust. Maulana, bahwa masa lalu itu ibarat kaca spion tengah dari mobil yang kita kendarai. Mobil adalah kehidupan kita. Untuk selamat mengendarai mobil, kita memang harus sering melihat ke kaca spion, sekilas pandang saja bukan melulu terus-terusan menatapnya. Bila kita terlalu sering melihat kaa spion, apa yang akan terjadi? Ya, ada kemungkinan kita akan menabrak karena tidak fokus melihat ke arah depan.
Begitu juga kehidupan, ada saat-saatnya kita harus mengintip, melirik, melihat dan menatap masa lalu, masa sekarang dan masa depan sesuai dengan porsinya masing-masing.Atau seperti secuil ceramah yang pernah diutarakan oleh Ust. Maulana, bahwa masa lalu itu ibarat kaca spion tengah dari mobil yang kita kendarai. Mobil adalah kehidupan kita. Untuk selamat mengendarai mobil, kita memang harus sering melihat ke kaca spion, sekilas pandang saja bukan melulu terus-terusan menatapnya. Bila kita terlalu sering melihat kaa spion, apa yang akan terjadi? Ya, ada kemungkinan kita akan menabrak karena tidak fokus melihat ke arah depan.
Memang terkadang tidak smeudah itu untuk melupakan dan mengenyahkan masa lalu, tapi bila kita mau dan siap untuk bertindak lebih bijaksana mungkin hasilnya akan lebih bermakna. Ikuti alurnya, cara saat masa lalu itu datang, menghampiri dan menyakitimu. Ikuti langkahnya, saat masa lalu mulai jengah, bosan dan dirundung malu untuk menjatuhkanmu. Turuti semua kemauannya, untuk membuatmu tersiksa melupakannya, menangisinya, mencemoohnya, menghinakannya, melemparkannya, dan balik menyakitinya. Hingga suatu saat kita tiba di sebuah persimpangan untuk memilih berbelok arah, untuk berani menerima keadaan, untuk melepaskan keharuan dan kemunafikan, untuk bersiap menyongsong kepasrahan diri.
Hingga tiba saatnya bagi kita untuk kembali menerima diri sendiri secara utuh, mengikhlaskan apa yang telah terjadi, melangkah pasti bersama naluri yang terlahir kembali.
Meskipun begitu, ada sebuah serpihan dari masa lalu yang akan selalu tertancap di hati, yaitu... memaafkan diri sendiri atau mencoba berdamai dengan diri sendiri. Sebuah serpihan yang berharga sebagai indikator proses kebahagiaan.
0 komentar:
Posting Komentar