11 Agustus 2012

Apakah Masih Berlaku Slogan “Pembeli Adalah Raja”?

Dalam hidup ini selalu saja ada masalah, bahkan ketika kita sedang berbelanja atau bertransaksi dengan orang lain. Belanja merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh manusia, melakukan berbagai macam transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, sering kali proses transaksi yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan. Tidak semua penjual mengikuti dan menerapkan slogan “Pembeli Adalah Raja”, sehingga membuat pelanggan merasa tidak puas dan berjanji tidak akan bertransaksi lagi di tempat itu.

Sumber Gambar
Berikut ini beberapa pengalaman tidak menyenangkan saya sebagai seorang pembeli atau pelanggan.
1] Dipelototin para pegawai mini market
Saya sering memilih untuk berbelanja dan bertransaksi di mini market serba ada, selain harganya lebih terjangkau, lengkap dan tidak terlalu banyak pengunjung sehingga tidak perlu berdesak-desakan atau merasa repot membawa troli yang semakin mempersempit jalan. Namun, mini market-mini market yang saya datangi kebanyakan memiliki pegawai yang sangat overprotective, meskipun ada kamera CCTV di seluruh sudut ruangan, mereka masih saja memperhatikan pembeli dengan seksama. Tidak ada yang salah dengan sikap kewaspadaan tingkat pertama mereka itu, hanya saja saya pribadi merasa tidak nyaman, seakan-akan saya ini pencuri. Nah, kalau sudah seperti itu, saya merasa tidak perlu kembali ke mini market itu lagi, tidak nyaman rasanya berbelanja dengan beberapa pasang mata yang melotot seperti siap untuk menerkam.


2] Tidak terjadi transakasi apa pun, tapi DP dikembalikan setengah
Kejadian ini terjadi dua bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 16 Juni 2012. Pada hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012 itu, kami memiliki acara keluarga sehingga untuk kepentingan make up kami memutuskan untuk menggunakan jasa make over di sebuah salon langganan. Saya datang ke salon tersebut dan menyampaikan keinginan untuk di make over oleh mereka. Mereka menyanggupi dengan perjanjian saya harus memberikan DP sebagai tanda jadi. Mereka mengatakan terserah berapa nominal DP-nya, saya memberikan DP sebesar Rp 20.000 dan menyodorkan uang sebesar Rp 50.000. Mereka mengatakan tidak memiliki kembalian dan menyarankan agar Rp 50.000 itu dihabiskan semua untuk DP sehingga sisa yang harus dibayar besok adalah Rp 25.000 (biaya make over untuk 2 orang adalah Rp 75.000).

Mbak yang bertugas sebagai petugas make over berinisial M mengatakan kalau besok pagi harus menelepon dia, agar dia bisa bangun dan bersiap-siap, kemudian dia memberikan nomor HP-nya kepada saya. Kami berjanji akan bertemu jam 6 pagi agar tidak terlalu terburu-buru. Kesalahan saya adalah dengan tidak sengaja menghapus nomor mbak M dan tidak sempat untuk kembali ke salon tersebut. Keesokan paginya, kami datang, salon masih tutup. Digedor-gedor, diteriakin atau bel dibunyikan masih tidak ada tanda-tanda kehidupan, ada sekitar 1 jam kami menunggu, hingga akhirnya kami memutuskan untuk pergi dan menggunakan jasa salon yang lain.

Selang 2 hari kemudian, saya datang kembali ke salon tersebut dan komplain, mengapa mereka tidak menepati janji. Ternyata mereka semua menyalahkan saya yang tidak sengaja menghapus nomor mbak M dan tidak meneleponnya, “Salah kakak sendiri, kenapa nggak nelpon mbak M”. Oke, tidak masalah, saya terima judge mereka. Kemudian saya meminta uang DP tersebut, awalnya mereka mengatakan kalau mbak M tidak ada di tempat, hingga saya harus datang lagi keesokan harinya. Saya merasa uang DP itu masih hak saya karena kami tidak melakukan transaksi apa pun.

Saya datangi lagi salon tersebut, dan bertemulah saya dengan mbak M. Dengan setengah hati dia memberikan uang Rp 25.000 sambil mengatakan “Sebenarnya mama saya tidak mau mengembalikan uangnya, karena kesalahan ada di kamu, tapi ini saya kasi aja setengahnya”. Saya mencoba mengajak berdiskusi, karena kami sama sekali tidak melakukan transaksi dan kami tidak merugikan mereka. Toh akhirnya si mbak M hanya melengos pergi dan meninggalkan saya yang mulai emosi. Tidak mau memperpanjang masalah, saya segera angkat kaki dengan hati yang dongkol karena menahan amarah. Saya berjanji tidak akan kembali ke salon itu lagi!

Bukan masalah nominal uangnya, tapi cara mereka menyelesaikan masalah dengan pelanggan yang sangat tidak saya sukai, bahkan saya tidak punya rasa respect lagi dengan mereka. Memang hal kecil, tetapi membuat saya merasa sangat tidak nyaman. Hendaknya para penjual jasa bisa lebih ramah dan memberikan service yang menyenangkan bagi para pelanggannya, sehingga rasa kecewa pun bisa diminimalisir.


3] Diusir dari toko setelah mereka (penjual) menghilangkan flash disk
Kalau kejadian ini masih lekat di ingatan saya, baru saja terjadi pertengahan bulan lalu. Kronologis kejadian adalah ketika tanggal 12 Juli 2012 lalu saya melakukan order kartu nama di sebuah toko sablon. Bapak penjual jasa sablon tersebut mengatakan kalau kartu nama yang saya pesan sudah bisa diambil besok siang dengan harga Rp 50.000 untuk satu kotak, saya pun memberikan uang DP sebesar Rp 20.000 dan menyerahkan flash disk. Pada saat itu, si bapak mengaku kalau laptop-nya sedang rusak jadi dia meminjam flash disk saya dengan janji akan dikembalikan bersamaan dengan kartu nama.

Dua hari kemudian saya datang lagi (tanggal 14 Juli 2012), berharap kartu nama sudah selesai. Ketika masuk ke dalam toko, bapak tersebut sedang tidak ada, jadi yang melayani saya adalah seorang laki-laki yang saya panggil abang. Kemudian saya menyerahkan kuitansi order kartu nama, dibacanya dan dicarinya di rak tempat barang-barang orderan. Ternyata kartu nama saya belum selesai. Abang tersebut menawarkan tempat untuk menunggu si bapak itu, katanya sebentar lagi akan datang. Karena saya masih memiliki kesibukan yang lain, jadi saya tinggalkan sebentar toko itu.

Dua jam kemudian saya kembali lagi, toko tersebut sudah tertutup rapat dan digembok. Saya mencoba menelepon si bapak itu, tapi berkali-kai ditelepon yang ada hanyalah suara operator yang memberitahukan bahwa nomor yang saya tuju sedang dialihkan. Perasaan kesal mulai menghampiri saya. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak paruh baya menghampiri dan menanyakan apakah saya  melakukan transaksi di toko sablon tersebut.

Singkat cerita, ternyata bapak tersebut juga merasa ditipu karena telah dijanjikan kalau stempel yang dia order dari pagi akan selesai sore hari. Uang DP pun telah diberikannya sebesar RP 200.000 dari total biaya sebesar RP 350.000. Bapak tersebut mulai marah karena dia sangat membutuhkan stempel itu dan nomor si bapak soblon pun masih tidak bisa dihubungi. Hari semakin sore, akhirnya saya putuskan untuk pulang, sedangkan bapak yang tadi masih menunggu.

Sengaja saya tidak ke toko sablon itu lagi dalam waktu dekat, agar mereka bisa mempersiapkan pesanan saya tanpa harus membuat saya kesal lagi. Saya mendatangi toko sablon itu tanggal 1 Agustus 2012, sudah lumayan lama donk rentang waktunya dan seharusnya sudah tidak ada masalah. Kartu nama saya memang sudah selesai, meski tidak sesuai dengan perkiraan, tapi flash disk saya tidak ada. Pada saat itu si bapak tidak ada di tempat dan yang melayani saya lagi adalah si abang yang kemarin. Dia meminta waktu untuk mencari flash disk saya, tapi dengan kesal saya berkata “Nanti kayak kemarin, ditinggal bentar tokonya udah tutup, di telepon-telepon nggak bisa”. Dengan wajah serius si abang itu menjanjikan kalau hal itu tidak akan terjadi lagi, saya pun meninggalkan toko sablon tersebut untuk keperluan yang lain.

Dua jam berlalu, saya datang lagi ke toko sablon itu. Benar, tokonya tidak tutup dan bapak yang menangani orderan saya pun sudah ada di tempat. Ketika melihat saya datang, mereka mulai sibuk membongkar sana-sini, berusaha mencari flash disk saya. Mereka meminta waktu lagi agar saya menunggu. Saya ini orang normal yang memiliki batas kesabaran, waktu hampir satu bulan ini digunakan untuk apa oleh mereka, masak mencari flash disk saja tidak bisa, begitu sungut saya dalam hati yang mulai mendongkol.

Hari semakin sore, tidak mungkin lagi bagi saya untuk menunggu. Akhirnya saya meminta kepastian bagaimana dengan flash disk saya itu, bukan harganya tapi data-data pentingnya itu lho yang membuat saya gregetan pengen meledak marah. Kemudian si bapak itu malah menyalahkan saya yang tidak sabar menunggu, langsung saya katakan rasa kesal saya kalau saya sudah sabar menunggu selama hampir satu bulan, ketika saya datang bapak tidak ada, malah toko di tutup dan digembok, nomor hp tidak bisa dihubungi dan yang menjadi korban janji bukan hanya saya, ada orang lain juga yang bernasib sama.

Akhirnya bapak itu mengganti rugi flash disk saya dan membebaskan sisa tagihan kartu nama. Sekali lagi, ini bukan masalah nominal, tapi bagaimana cara penjual jasa menyelesaikan masalah dengan pelanggannya. Mungkin kerena melihat sikap cuek saya si bapak itu berkata “Sudah, pergi sana kau!” Astagfirullah…. Sakit hati saya diusir seperti itu. Dia yang notabene tidak berpuasa sama sekali tidak menghargai dan menghormati saya yang sedang berpuasa. Mungkin puasa saya juga sudah rusak karena ada amarah terpendam, tapi sudahlah, tanpa melihat wajahnya lagi saya segera angkat kaki.

Sampai di depan toko, saya baca lekat-lekat nama toko sablonnya, dan berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki ke tempat itu lagi. Cukup rasanya bagi saya bersabar, saya hanya manusia biasa, bahkan Rasul saja pernah marah bukan? Saya ini tidak mengejar uang ganti rugi yang tidak seberapa itu, toh harga flash disk sekarang sangat terjangkau, tapi itu tadi, data-data penting yang ada di dalamnya yang membuat saya menangis karena kesal.


Masih banyak kejadian tidak menyenangkan lainnya seputar transaksi antar penjual dengan pembeli atau pelanggan. Apakah saya yang terlalu lugu atau bodoh, atau memang mereka yang bertindak semena-mena terhadap pelanggannya, entahlah. Semoga Anda dapat mengambil hikmah pelajaran dari pengalaman saya tersebut. Berhati-hatilah ketika melakukan transaksi dan komplainlah bila memang Anda merasa bahwa hak Anda telah diambil secara paksa.



090812

1 komentar:

rachmad tatawarna mengatakan...

nice share

Posting Komentar

ShareThis