Dalam hidup ini selalu saja
ada masalah, bahkan ketika kita sedang berbelanja atau bertransaksi dengan
orang lain. Belanja merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh
manusia, melakukan berbagai macam transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, sering kali proses transaksi yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan.
Tidak semua penjual mengikuti dan menerapkan slogan “Pembeli Adalah Raja”,
sehingga membuat pelanggan merasa tidak puas dan berjanji tidak akan
bertransaksi lagi di tempat itu.
Sumber Gambar |
Berikut ini beberapa
pengalaman tidak menyenangkan saya sebagai seorang pembeli atau pelanggan.
Saya sering memilih untuk
berbelanja dan bertransaksi di mini market serba ada, selain harganya lebih
terjangkau, lengkap dan tidak terlalu banyak pengunjung sehingga tidak perlu
berdesak-desakan atau merasa repot membawa troli yang semakin mempersempit
jalan. Namun, mini market-mini market yang saya datangi kebanyakan memiliki
pegawai yang sangat overprotective,
meskipun ada kamera CCTV di seluruh sudut ruangan, mereka masih saja
memperhatikan pembeli dengan seksama. Tidak ada yang salah dengan sikap
kewaspadaan tingkat pertama mereka itu, hanya saja saya pribadi merasa tidak
nyaman, seakan-akan saya ini pencuri. Nah, kalau sudah seperti itu, saya merasa
tidak perlu kembali ke mini market itu lagi, tidak nyaman rasanya berbelanja
dengan beberapa pasang mata yang melotot seperti siap untuk menerkam.
2] Tidak terjadi transakasi
apa pun, tapi DP dikembalikan setengah
Kejadian ini terjadi dua bulan
yang lalu, tepatnya pada tanggal 16 Juni 2012. Pada hari Sabtu tanggal 16 Juni
2012 itu, kami memiliki acara keluarga sehingga untuk kepentingan make up kami memutuskan untuk
menggunakan jasa make over di sebuah
salon langganan. Saya datang ke salon tersebut dan menyampaikan keinginan untuk
di make over oleh mereka. Mereka
menyanggupi dengan perjanjian saya harus memberikan DP sebagai tanda jadi.
Mereka mengatakan terserah berapa nominal DP-nya, saya memberikan DP sebesar Rp
20.000 dan menyodorkan uang sebesar Rp 50.000. Mereka mengatakan tidak memiliki
kembalian dan menyarankan agar Rp 50.000 itu dihabiskan semua untuk DP sehingga
sisa yang harus dibayar besok adalah Rp 25.000 (biaya make over untuk 2 orang adalah Rp 75.000).
Mbak yang bertugas sebagai
petugas make over berinisial M
mengatakan kalau besok pagi harus menelepon dia, agar dia bisa bangun dan
bersiap-siap, kemudian dia memberikan nomor HP-nya kepada saya. Kami berjanji
akan bertemu jam 6 pagi agar tidak terlalu terburu-buru. Kesalahan saya adalah
dengan tidak sengaja menghapus nomor mbak M dan tidak sempat untuk kembali ke
salon tersebut. Keesokan paginya, kami datang, salon masih tutup.
Digedor-gedor, diteriakin atau bel dibunyikan masih tidak ada tanda-tanda
kehidupan, ada sekitar 1 jam kami menunggu, hingga akhirnya kami memutuskan
untuk pergi dan menggunakan jasa salon yang lain.
Selang 2 hari kemudian, saya datang
kembali ke salon tersebut dan komplain, mengapa mereka tidak menepati janji.
Ternyata mereka semua menyalahkan saya yang tidak sengaja menghapus nomor mbak
M dan tidak meneleponnya, “Salah kakak sendiri, kenapa nggak nelpon mbak M”.
Oke, tidak masalah, saya terima judge
mereka. Kemudian saya meminta uang DP tersebut, awalnya mereka mengatakan kalau
mbak M tidak ada di tempat, hingga saya harus datang lagi keesokan harinya.
Saya merasa uang DP itu masih hak saya karena kami tidak melakukan transaksi
apa pun.
Saya datangi lagi salon
tersebut, dan bertemulah saya dengan mbak M. Dengan setengah hati dia
memberikan uang Rp 25.000 sambil mengatakan “Sebenarnya mama saya tidak mau
mengembalikan uangnya, karena kesalahan ada di kamu, tapi ini saya kasi aja
setengahnya”. Saya mencoba mengajak berdiskusi, karena kami sama sekali tidak
melakukan transaksi dan kami tidak merugikan mereka. Toh akhirnya si mbak M
hanya melengos pergi dan meninggalkan saya yang mulai emosi. Tidak mau
memperpanjang masalah, saya segera angkat kaki dengan hati yang dongkol karena
menahan amarah. Saya berjanji tidak akan kembali ke salon itu lagi!
Bukan masalah nominal uangnya,
tapi cara mereka menyelesaikan masalah dengan pelanggan yang sangat tidak saya
sukai, bahkan saya tidak punya rasa respect
lagi dengan mereka. Memang hal kecil, tetapi membuat saya merasa sangat tidak
nyaman. Hendaknya para penjual jasa bisa lebih ramah dan memberikan service yang menyenangkan bagi para
pelanggannya, sehingga rasa kecewa pun bisa diminimalisir.
3] Diusir dari toko setelah
mereka (penjual) menghilangkan flash disk
Kalau kejadian ini masih lekat
di ingatan saya, baru saja terjadi pertengahan bulan lalu. Kronologis kejadian
adalah ketika tanggal 12 Juli 2012 lalu saya melakukan order kartu nama di
sebuah toko sablon. Bapak penjual jasa sablon tersebut mengatakan kalau kartu
nama yang saya pesan sudah bisa diambil besok siang dengan harga Rp 50.000
untuk satu kotak, saya pun memberikan uang DP sebesar Rp 20.000 dan menyerahkan
flash disk. Pada saat itu, si bapak mengaku kalau laptop-nya sedang rusak jadi
dia meminjam flash disk saya dengan janji akan dikembalikan bersamaan dengan
kartu nama.
Dua hari kemudian saya datang
lagi (tanggal 14 Juli 2012), berharap kartu nama sudah selesai. Ketika masuk ke
dalam toko, bapak tersebut sedang tidak ada, jadi yang melayani saya adalah
seorang laki-laki yang saya panggil abang. Kemudian saya menyerahkan kuitansi
order kartu nama, dibacanya dan dicarinya di rak tempat barang-barang orderan.
Ternyata kartu nama saya belum selesai. Abang tersebut menawarkan tempat untuk
menunggu si bapak itu, katanya sebentar lagi akan datang. Karena saya masih
memiliki kesibukan yang lain, jadi saya tinggalkan sebentar toko itu.
Dua jam kemudian saya kembali
lagi, toko tersebut sudah tertutup rapat dan digembok. Saya mencoba menelepon
si bapak itu, tapi berkali-kai ditelepon yang ada hanyalah suara operator yang
memberitahukan bahwa nomor yang saya tuju sedang dialihkan. Perasaan kesal
mulai menghampiri saya. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak paruh baya
menghampiri dan menanyakan apakah saya
melakukan transaksi di toko sablon tersebut.
Singkat cerita, ternyata bapak
tersebut juga merasa ditipu karena telah dijanjikan kalau stempel yang dia
order dari pagi akan selesai sore hari. Uang DP pun telah diberikannya sebesar
RP 200.000 dari total biaya sebesar RP 350.000. Bapak tersebut mulai marah
karena dia sangat membutuhkan stempel itu dan nomor si bapak soblon pun masih
tidak bisa dihubungi. Hari semakin sore, akhirnya saya putuskan untuk pulang,
sedangkan bapak yang tadi masih menunggu.
Sengaja saya tidak ke toko
sablon itu lagi dalam waktu dekat, agar mereka bisa mempersiapkan pesanan saya
tanpa harus membuat saya kesal lagi. Saya mendatangi toko sablon itu tanggal 1
Agustus 2012, sudah lumayan lama donk rentang waktunya dan seharusnya sudah
tidak ada masalah. Kartu nama saya memang sudah selesai, meski tidak sesuai
dengan perkiraan, tapi flash disk saya tidak ada. Pada saat itu si bapak tidak
ada di tempat dan yang melayani saya lagi adalah si abang yang kemarin. Dia
meminta waktu untuk mencari flash disk saya, tapi dengan kesal saya berkata
“Nanti kayak kemarin, ditinggal bentar tokonya udah tutup, di telepon-telepon
nggak bisa”. Dengan wajah serius si abang itu menjanjikan kalau hal itu tidak
akan terjadi lagi, saya pun meninggalkan toko sablon tersebut untuk keperluan
yang lain.
Dua jam berlalu, saya datang
lagi ke toko sablon itu. Benar, tokonya tidak tutup dan bapak yang menangani
orderan saya pun sudah ada di tempat. Ketika melihat saya datang, mereka mulai
sibuk membongkar sana-sini, berusaha mencari flash disk saya. Mereka meminta
waktu lagi agar saya menunggu. Saya ini orang normal yang memiliki batas
kesabaran, waktu hampir satu bulan ini digunakan untuk apa oleh mereka, masak
mencari flash disk saja tidak bisa, begitu sungut saya dalam hati yang mulai
mendongkol.
Hari semakin sore, tidak
mungkin lagi bagi saya untuk menunggu. Akhirnya saya meminta kepastian
bagaimana dengan flash disk saya itu, bukan harganya tapi data-data pentingnya
itu lho yang membuat saya gregetan pengen meledak marah. Kemudian si bapak itu
malah menyalahkan saya yang tidak sabar menunggu, langsung saya katakan rasa
kesal saya kalau saya sudah sabar menunggu selama hampir satu bulan, ketika
saya datang bapak tidak ada, malah toko di tutup dan digembok, nomor hp tidak
bisa dihubungi dan yang menjadi korban janji bukan hanya saya, ada orang lain
juga yang bernasib sama.
Akhirnya bapak itu mengganti
rugi flash disk saya dan membebaskan sisa tagihan kartu nama. Sekali lagi, ini
bukan masalah nominal, tapi bagaimana cara penjual jasa menyelesaikan masalah
dengan pelanggannya. Mungkin kerena melihat sikap cuek saya si bapak itu
berkata “Sudah, pergi sana kau!” Astagfirullah…. Sakit hati saya diusir seperti
itu. Dia yang notabene tidak berpuasa sama sekali tidak menghargai dan
menghormati saya yang sedang berpuasa. Mungkin puasa saya juga sudah rusak
karena ada amarah terpendam, tapi sudahlah, tanpa melihat wajahnya lagi saya segera
angkat kaki.
Sampai di depan toko, saya baca
lekat-lekat nama toko sablonnya, dan berjanji tidak akan pernah menginjakkan
kaki ke tempat itu lagi. Cukup rasanya bagi saya bersabar, saya hanya manusia
biasa, bahkan Rasul saja pernah marah bukan? Saya ini tidak mengejar uang ganti
rugi yang tidak seberapa itu, toh harga flash disk sekarang sangat terjangkau,
tapi itu tadi, data-data penting yang ada di dalamnya yang membuat saya
menangis karena kesal.
Masih banyak kejadian tidak
menyenangkan lainnya seputar transaksi antar penjual dengan pembeli atau
pelanggan. Apakah saya yang terlalu lugu atau bodoh, atau memang mereka yang
bertindak semena-mena terhadap pelanggannya, entahlah. Semoga Anda dapat
mengambil hikmah pelajaran dari pengalaman saya tersebut. Berhati-hatilah
ketika melakukan transaksi dan komplainlah bila memang Anda merasa bahwa hak
Anda telah diambil secara paksa.
090812
1 komentar:
nice share
Posting Komentar