Sumber |
Ada perbedaan tipis antara
bercerita dengan mengeluh. Ketika seseorang bercerita kepada sahabat atau orang
yang dipercayainya, dia akan mengeluarkan semua uneg-uneg yang dirasakannya, berharap dengan bercerita beban yang
ditanggungnya akan berkurang. Namun, ada sebagian yang orang menganggap apa
yang dia ceritakan hanyalah berisi tentang keluhan, tiada hari tanpa mengeluh.
Ketika seseorang baru bertemu
dengan orang-orang yang bisa mengerti dan memahaminya dengan baik, maka dia
akan bercerita dengan bebas kepada orang-orang tersebut. Keluarnya berbagai
rahasia tentu karena adanya kepercayaan. Terkadang seseorang hanya ingin
didengar, hanya ingin orang lain menyimak dengan penuh perhatian tanpa harus
memberikan saran atau nasehat atau membantunya membuat keputusan untuk
menyelesaikan masalahnya. Tetapi tidak semua orang mengetahui hal itu.
Bercerita, tentu semua orang
membutuhkannya, sebagai terapi jiwa yang kesepian. Begitupun saya pribadi,
sangat membutuhkan teman untuk bercerita atau bertukar pikiran. Saya sendiri
adalah tipikal seorang yang pendiam dan cenderung tertutup, meskipun saya tidak
banyak berbicara tapi saya menutupinya dengan bersikap ramah dan tidak pelit
senyuman.
Ketika masa kecil dulu, saya
membunuh kesepian dengan bermain bersama teman-teman dan bercerita dengan
seorang sahabat. Ketika beranjak remaja, saya masih merasakan kesepian,
meskipun ada sahabat lainnya tapi saya merasa mereka masih terlalu egois untuk
diri mereka sendiri, ataukah saya sendiri yang justru bersikap terlalu egois.
Ketika beranjak dewasa, saya masih merasakan kesepian yang sama, bahkan ketika
teman-teman pergi meninggalkan dan melupakan, saya semakin terjerat dalam dunia
kesepian.
Sumber |
Saya sangat haus kasih sayang,
tapi saya juga termasuk orang yang penuh dan tidak pelit kasih sayang. Dan
ketika seseorang telah mengatakan bahwa saya sudah terlalu banyak mengeluh,
maka saya akan menarik dan menahan diri untuk tidak bercerita lagi kepadanya.
Hal ini saya lakukan untuk menjaga diri saya sendiri, untuk mengurangi dan
tidak mengeluh lagi, untuk intropeksi diri lagi, sekaligus untuk memilah mana
yang sepantasnya saya ceritakan dan mana yang hanya berisi keluhan.
Tapi, saya masih bingung untuk
mengkategorikan cerita-cerita ini. Apakah memang masuk ke dalam cerita yang
penuh arti, apakah cerita yang mengandung manfaat, apakah cerita yang harus
diberikan solusi untuk menyelesaikannya atau memang hanya cerita sampah
(keluhan tiada akhir) semata.
Bila sudah begitu, saya
kembali kepada sahabat lama yang masih setia mendampingi. Dia tiada membalas
dengan cacian, makian, penghakiman, dan tiada pula memberikan saran, nasehat,
petuah, wejangan atau kalimat menenangkan lainnya. Dia hanya diam, selalu diam
seribu bahasa. Hanya bisa melihat apa yang saya ceritakan dan hanya bisa
merasakan apa yang ada di hati. Sahabat itu bernama buku diary, dan kini
beralih ke dunia online yaitu blog.
Bukan diary namanya bila semua
orang bisa membaca apa yang saya tulis, bukan diary namanya bila semua rahasia
saya tuliskan di blog, bukan diary namanya bila semua orang mengetahui aib
saya. Hanya segelintir kisah yang saya tuangkan di blog, tentunya dengan
kiasan-kiasan yang mungkin bisa dimengerti atau justru membingungkan. Dulu
ketika saya sedang fanatik dengan blog, saya sangat mengharapkan komentar dari
para sahabat blogger maupun dari para pengunjung blog. Harapan yang ada karena
saya sangat membutuhkan feedback,
sangat membutuhkan perhatian, sangat haus kasih sayang, sangat kesepian….
Seiring berlalunya waktu,
semua hal akan berubah, termasuk pola pikir saya. Tidak munafik bila saya masih
berharap teman-teman blogger akan memberikan komentar atau sekedar menanyakan
kabar, tetapi saat ini saya harus bersikap lebih wise untuk menyikapinya dan harus menempatkan diri untuk memuaskan
nafsu sebagai penulis. Menuliskan apa saja yang saya suka, apa saja yang saya
rasa, apa saja yang hadir di hidup saya.
Sumber |
Memang benar adanya bahwa
menulis adalah salah satu metode terapi jiwa yang sangat efektif. Setelah
sekian tahun, akhirnya saya menyadari bahwa jiwa saya memang berada di dunia
ini, dunia penulis. Pantas saja sejak saya bisa menulis, jari ini selalu ingin
menari dan menggoreskan rangkaian kata. Meskipun jiwa penulis ini pernah
dikungkung habis untuk dibinasakan, tapi apa yang namanya jiwa akan tetap
melekat pada pemiliknya, dan mungkin Allah mengembalikan hal ini lagi kepada
saya. Here I am, to be a great writer (Insya Allah).
Tiada yang salah dengan
menulis, yang salah hanyalah waktu, tempat dan apa yang ditulis.
Keep writing guys J
040113
0 komentar:
Posting Komentar