Lebih
baik mana, menutup mulut atau menutup telinga Anda? Pilihan untuk menutup
antara kedua indera itu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
terjadi pada kita. Ada saatnya kita harus menutup mulut, agar kita bisa belajar
sabar dan mendengarkan ketika orang lain sedang berbicara. Ada saatnya juga
kita harus menutup telinga, agar kita bisa belajar untuk mandiri dan berusaha
untuk mengambil sisi positif dari semua hal yang dibicarakan atau disampaikan
orang lain.
Sungguh
bukan merupakan perbuatan atau sikap yang mudah dalam menggunakan panca indera
sesuai dengan fungsinya. Secara tidak sadar, kita melakukan penyimpangan dalam
menggunakan atau memanfaatkan panca indera ini, sehingga tidak heran bila kita
selalu saja berbuat dosa, na’udzubillah…
Contoh
di atas baru seruan adzan loh, belum lagi kalau kita sedang mengikuti
pengajian, astagfirullah… bisa lebih tidak perdulinya dengan lantunan ayat-ayat
Al-Qur’an. Seperti yang selama ini saya perhatikan, dimana kebiasaan atau habit
pengajian lebih condong ke arah yang lebih banyak mudhorotnya. Mohon maaf,
bukannya saya menjelek-jelekkan ajaran agama saya sendiri, tidak, tetapi saya
ingin kita semua melakukan intropeksi diri dan segera melakukan perbaikan diri
agar tidak saling menjerumuskan. Mohon bantuan kritiknya bila saya salah dengna
hal ini :)
Mohon
maaf lagi ya, pengajian yang sering dilaksanakan yang lebih sering dihadiri
oleh ibu-ibu adalah ajang silaturahim yang akan menimbulkan banyak dosa bila
kita tidak bisa mengendalikan nafsu. Bertemu dan saling tegur sapa adalah baik,
silaturahim, tetapi kalau dibarengi dengan obrolan aib orang lain atau membahas
kabar yang belum tentu benar itu bisa jadi fitnah. Membaca beberapa surat dari
Al-Qur’an atau melakukan shalawatan juga merupakan hal yang baik dan
mendatangkan rahmat, tetapi kalau membacanya saling kebut-kebutan atau saling
egois (membaca sendiri-sendiri) bisa tidak enak didengar telinga dan membuat
suasana semakin gaduh. Bukankah kalau dibaca secara bersama-sama lebih
terdengar dinamis dan terlihat kompak ya? :D
Nah,
kemudian kita menuju ke area suguhan makanan. Astagfirullah… kalau temanya
tentang “makanan”, siapa sie yang tidak ragu untuk segera mengisi tasnya dengan
aneka jajajan pasar yang terlihat menggiurkan. “Ah, kue yang ini untuk cucuku si A. Eh, kue yang itu untuk si C. Oh,
masih ada kue yang di ujung sana untuk si D. Kue untuk si E dan F mana ya,
mereka belum dapat” . Nah loh, ini mau mengaji atau mau ngumpulin makanan
yak :p Akhirnya konsentrasi membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an pun buyar
tergantikan langsung dengan pemandangan sajian kue dan bungkusan nasi kotak. “Siapa cepat dia dapat! Kalau lambat, keburu telat, ntar diambil
sama yang lain dan nggak kebagian deh” Astagfirullah…
Pola
pikir kita ini harus benar-benar diperbaharui dan segera disamakan dengan
ajaran yang telah disampaikan oleh Rasul SAW. Mengaji itu bukan hanya berbicara
tentang datang, makan dan pulang. Mengaji itu bukan hanya membahas tentang
ayat-ayat suci Al-Qur’an. Mengaji itu tentang bagaimana cara kita menghadapi
diri kita sendiri, tentang bagaimana cara kita meraih simpati dan ridho dari
Allah SWT, tentang bagaimana kita menyimpan bekal untuk kehidupan nanti.
Saya
sendiri tidak luput dari kesalahan, tetapi saya selalu berusaha untuk
memperbaiki diri, berusaha untuk segera melakukan intropeksi diri atas apa-apa
yang telah saya lakukan. Bagi saya, memperbaiki diri itu wajib hukumnya. Toh manfaatnya
bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Berusaha
untuk menutup mulut rapat-rapat dan menahan nafsu untuk berbicara sebelum orang
yang berbicara kepada saya selesai menyampaikan maksudnya. Hal itu tidak mudah
loh, karena salah satu habit buruknya manusia ini adalah adanya sikap egois,
hanya ingin didengarkan tanpa mau mendengar. Tetapi juga jangan berlaku yang
sebaliknya, ketika orang lain sedang memanggil atau meminta pendapat kita
tentang suatu hal, eh kitanya malah diam saja, itu namanya angkuh.
Sumber |
Berusaha
untuk menutup telinga juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Jangan
pula kita menutup telinga ketika seseorang sedang memberikan nasehat. Tutuplah telinga
rapat-rapat saat kita sedang konsentrasi mendengarkan ceramah dari alim ulama,
maksud menutup telinga disini adalah menutup telinga untuk obrolan orang lain
yang tidak ada kaitannya dengan ceramah atau pengajian yang sedang kita ikuti. Hal
ini juga berkaitan dengan kebiasaan bercerita atau mengobrol saat berada di
dalam majelis pengajian, bukannya mendengarkan apa yang disampaikan oleh
penceramah eh malah “berceramah sendiri” tentang hal yang lain, astagfirullah….
Menutup
atau membuka panca indera adalah hak masing-masing orang, begitu pula pendapat
Anda dalam menyikapi apa yang saya sampaikan ini, pasti ada pro dan kontra. Apa
pun pendapat atau opini Anda, saya tetap menghargainya, begitu pula dengan
opini yang saya sampaikan, semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya, aamiin
ya Rabb.
Wallhu’alam…
-150514-
0 komentar:
Posting Komentar