Sebuah opini kembali saya tuliskan terkait dengan hal-hal
apa saja yang saya lihat, perhatikan dan mengganggu benak saya. Pagi ini,
seperti biasa, nenek menonton acara ceramah agama di televisi yang dibawakan
oleh seorang ustadzah. Meskipun saya tidak begitu mengikuti secara seksama,
tetapi saya masih bisa mendengarkan apa yang disampaikan oleh ustadzah
tersebut. Tema hari ini adalah hubungan antara mertua dan menantu.
Seperti sudah menjadi rahasia umum dimana selalu ada yang
missing atau crash dari hubungan antara mertua dan menantu, tapi, bukan hal ini
yang akan saya utarakan, melainkan adanya kaitan antara tema ini dengan
hubungan antara orang tua dan anak. Dan seperti sudah kita ketahui bersama,
selalu ada konflik yang terjadi antara orang tua dan anak, meskipun pada
dasarnya semua ikatan atau hubungan itu selalu memiliki komponen ini, yaitu
konflik.
Hingga terkadang, masih banyak orang tua yang menganggap
apa yang disampaikannya harus dilaksanakan oleh anaknya, tidak peduli bagaimana
perasaan si anak. Hukum seperti ini masih berlaku dalam kehidupan keluarga di
masa modern, dimana doktrin bahwa orang tua selalu benar itu harus selalu
dijunjung tinggi. Bila ditilik dari sisi agama, memang benar, bahwa anak tidak
akan pernah bisa membalas jasa orang tuanya, bahwa marahnya orang tua adalah
marahnya Allah, tetapi anak juga manusia yang memiliki keinginannya sendiri.
Ada rasa ambigu ketika siapa dan salah siapa benar selalu
diungkit dalam hubungan orang tua dan anak. Apakah seorang anak tidak boleh
memiliki keinginan sendiri dalam hidupnya? Bila ternyata keinginan atau
tindakannya itu dianggap sebagai tindakan anak durhaka karena tidak sesuai
dengan keinginan orang tuanya. Demokrasi seharusnya juga berlaku dalam
keluarga, karena tidak selamanya anak
bersalah, anak hanyalah seorang manusia, sama seperti orang tuanya, yang
juga memiliki keinginan.
Doktrin dua pasal, yaitu pasal pertama, orang tua selalu
benar, dan pasal kedua, jika orang tua salah maka kembali ke pasal pertama.
Doktrin singkat yang membelenggu kebebasan anak untuk berkespresi, pada
akhirnya akan menjadi lingkaran setan yang menyesatkan, karena doktrin itu akan
diteruskan kembali ke generasi berikutnya. Namun, bila ada anak yang berani
mengutarakan niatnya untuk menentukan seperti apa hidupnya dan memutuskan
rantai lingkaran doktrin tersebut, maka jatuhlah vonis anak durhaka kepadanya.
Tidak semua orang tua mengerti dan memahami seperti apa
karakter dan pribadi anaknya sendiri, sebaliknya juga, tidak semua anak mau
mengerti dan memahami bagaimana pola pendidikan yang diterapkan orang tua
kepadanya. Semakin akan dikekang dengan doktrin, maka semakin memberontaklah
jiwa anak tersebut. Bukan pula berarti bahwa orang tua harus memberikan
kebebasan penuh kepada anaknya, tetapi berikanlah kebebasan yang bertanggung
jawab, layaknya sebuah hubungan percintaan, dimana kepercayaan adalah faktor
penentu berhasil atau tidaknya hubungan tersebut.
Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, selama
kita semua mau membuka mata dan hati. Ada orang tua yang harus dikasihi,
dihormati, dan dihargai, tapi bukan untuk selalu dituruti. Ada anak yang juga
haus kasih sayang dan cinta yang harus dipeluk dengan penuh penghargaan, tapi
bukan untuk di pojokkan dengan berbagai kesalahan.
Jika keterbukaan, demokrasi, penghapusan doktrin, dan
sikap empati benar-benar diterapkan dalam kehidupan, maka tidak akan ada yang
menuding dengan vonis “Kamu (anak) salah dan saya (orang tua) benar!”. Kembali
kepada masing-masing pribadi, akan bagaimana Anda menyikapi hal ini. Asam garam
kehidupan memang telah ditelan oleh para orang tua lebih dulu daripada
anak-anaknya, tetapi itu bukanlah parameter mutlak bahwa apa yang dilakukan
seorang anak untuk kehidupannya merupakan sebuah kesalahan, alih-alih menjadi
vonis durhaka.
Apa yang saya sampaikan ini semoga bisa menjadi celah
kecil untuk menggerakkan hati kita masing-masing, untuk memperbaiki kualitas
hubungan baik kepada orang tua, kepada saudara, maupun kepada orang lainnya.
Selamat beraktifitas di Senin pagi ini J
250612
2 komentar:
haha kok itu doktrin pasalnya sama seperti aku pas ikut estrakulikuler PMR ya haha
pasal satu senior tak pernah salah.!
pasal dua kalo senior salah lihat pasal satu -_-
puji syukur ortu aku gak kaya gitu hehe beliau mau menerima saran atau kritikan dari anak-anaknya :)
@ninuk : iya, pasal yang sengaja diplesetkan, hehehe...
alhamdulillah kalau begitu, baguslah, ada demokrasi dalam kehidupan keluarga Ninuk :)
Posting Komentar