Saya pernah membahas tentang pengaruh lingkungan dan
tingkat stress yang mempengaruhi kesehatam seorang penderita, baik itu
penderita penyakit yang tidak berbahaya maupun penderita penyakit yang sangat
berbahaya. Faktor pikiran sangat besar porsinya dalam menentukan apakah
seseorang itu akan selalu sehat atau apakah seorang penderita itu akan cepat
membaik atau justru semakin parah.
Contoh yang saya angkat kali ini tidak jauh dari
penderita kanker payudara, baik itu untuk stadium dini, atau masih berbentuk
FAM, atau stadium lanjut, atau bahkan para mantan penderita kanker payudara. Bagi
seorang penderita kanker payudara yang stadium dini atau masih mengalami gejala
FAM, perubahan pada bentuk payudaranya tidak terlihat secara kasat mata, namun
bukan berarti si penderita tersebut baik-baik saja.
Orang awam yang tidak mengetahui secara detail bagaimana
menangani atau berinteraksi dengan penderita stadium dini ini, biasanya akan
bersikap biasa saja atau kebalikannya, cenderung ekstrim dengan melakukan
berbagai tindakan yang membuat tidak nyaman si penderita. Memang, bagi si
penderita, penyakit yang masih bisa ditangani dengan cara yang sederhana itu
tidak harus menyedot semua perhatian orang dan mereka tidak ingin dikasihani,
tapi tidak pula kita harus cuek kepada mereka.
Bahkan ketika masalah berat yang mengguncang jiwa dan
memporak-porandakan pikiran saja bisa merusak diri meskipun dengan kondisi tubuh
yang sehat, nah, bayangkan bila hal itu terjadi pada si penderita. Hal sederhana
inilah yang tidak dipahami dan tidak dimengerti dengan baik oleh orang-orang di
sekitar penderita.
Penderita kanker payudara stadium dini atau penderita FAM
memang terlihat seperti orang-orang kebanyakan, tidak ada yang berubah pada
kondisi fisik mereka. Hal yang tentunya berbeda pada para penderita kanker payudara yang telah mencapai stadium lanjut. Maka, cara menghadapinya juga
berbeda. Apa yang tidak terlihat itu biasanya lebih berbahaya daripada apa yang
tampak. Benjolan yang masih sebesar kelereng tidak akan berarti apa-apa dibandingkan
dengan payudara yang telah membusuk atau telah mengalami fase mastektomi
(pengangkatan payudara), mind set itu yang harus diubah.
Fase apa pun yang sedang berlangsung atau stadium berapa
pun yang disandang, itu bukanlah vonis akhir bagi seorang penderita kanker payudara. Baik stadium dini maupun stadium lanjut, penderita
kanker payudara tetap berhak mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari orang-orang di
sekitarnya. Perhatian dan penanganan lebih dari kita seharusnya tidak
didasarkan dari kritis atau tidaknya hidup si penderita, berat atau ringannya
penyakit si penderita, miskin atau kayanya si penderita, atau faktor-faktor
keduaniawian lainnya.
Tetapi mind set dangkal itu tidak akan pernah bercokol di
benak orang-orang yang pernah mengalami penyakit ini-mantan penderita kanker payudara- atau mereka yang mengalami hal ini-si penderita- atau mereka yang
keluarga atau orang yang dicintainya mengalami hal ini. Mereka akan paham dan mengerti
bagaimana cara untuk menyikapi si penderita dengan baik. Meski mungkin tidak
dengan tindakan yang mewah atau kata-kata yang menjemukan, tapi mereka akan
melakukan semua hal dengan penuh ketulusan, niat untuk membantu dan ikut
merasakan beban si penderita.
Terkadang sikap empati itu terbentuk karena kita pernah
merasakan atau melihat apa yang mereka-para penderita-rasakan. Tindakan sosial
yang tulus berasal dari pengalaman dan pengamatan yang mendalam tentang
perasaan si penderita. Jangan bertindak terlalu kasar, dan jangan pula
bertindak terlalu lembut. Bersikap biasa saja, tanpa harus diartikan sebagai
sikap cuek atau ketidakpedulian. Terlepas dari penyakit apa yang sedang
mendekam di dalam tubuh, mereka terlihat sama seperti kita, sama-sama sebagai
seorang penderita. Semoga, kita mau menyisakan sedikit ruang untuk lebih
mengerti dan memahami apa yang dirasakan oleh penderita kanker payudara.
Salam Kampanye SADARI J
130612
0 komentar:
Posting Komentar