19 Juli 2012

Perbedaan itu Memang Indah, Tapi Mbok ya Jangan Membingungkan


Bulan puasa sudah di depan mata, euforia piala dunia berubah haluan menjadi euforia Ramadhan, bulan penuh berkah. Bahkan, sebelum bulan puasa tiba, banyak orang sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, seperti iklan yang membabi buta tentang cerita penuh berkah, atau iklan promosi paket Ramadhan, bahkan iklan untuk Idul Fitri nanti juga sudah tiba. Wew, euforia Idul Fitri tiba lebih awal pun semakin ramai menjangkiti semua aspek kehidupan.

Mencicil baju baru atau perlengkapan lainnya untuk Lebaran juga sudah dilakukan jauh-jauh hari, mungkin satu atau dua bulan sebelumnya. E-shop semakin membanjiri ranah dunia maya, mulai dari tag berbagai produk di dunia socmed seperti Facebook, Twitter, blog, hingga jalur komunikasi pribadi.

Harga kebutuhan pokok mulai naik setinggi-tingginya seiring dengan semakin ramainya gaung Ramadhan penuh berkah, dan mungkin akan enggan turun setelah masa Ramadhan dan Idul Fitri berlalu. Sebelum benar-benar berpuasa, banyak orang yang sangat berhasrat untuk memuaskan nafsu makannya, mencicipi semua makanan favorit sebelum menahan lapar dan dahaga.

Kehidupan semakin tidak terarah ketika umat muslim yang ada di Indonesia selalu berada di zona kebingungan. Njelimet untuk menentukan kapan tepatnya puasa. Semua metode harus dilakukan, berdiskusi, bermusyawarah hingga melakukan sidang isbath yang mengundang beberapa ormas Islam. Menurut saya, bagus juga pemerintah melakukan hal itu, mengajak bermusyawarah untuk menentukan salah satu hal penting bagi umat muslim di Indonesia, meskipun ada juga ormas yang sepertinya enggan untuk menghadiri musyawarah tersebut.

Beberapa tahun belakangan ini, kiblat penentuan kapan berpuasa untuk umat muslim di Indonesia selalu beragam. Ada yang lebih dulu berpuasa, dan ada juga yang lebih lama berpuasa, yang akan berpengaruh juga kepada hari Idul Fitri. Masing-masing ormas memiliki metodenya sendiri untuk menentukan kapan dimulainya puasa.

Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua. Tapi kalau berbeda-beda dalam menentukan kapan dimulainya puasa seperti ini justru membuat bingung semua orang, yang ujung-ujungnya lebih mengikuti keputusan puasa yang dibuat oleh ormas atau keyakinannya masing-masing.

Seingat saya, saat masih kecil dulu, sekitar tahun 90-an, perbedaan penentuan dimulainya puasa seperti ini jarang sekali terjadi. Saya sendiri tidak tahu, apakah ada korelasinya antara perbedaan pendapat mengenai penentuan puasa dengan pengaruh Orde Lama atau Orde Baru? Karena pada masa itu kediktatoran pemerintah sangat solid, sehingga berpengaruh ke semua aspek kehidupan. Atau apakah pemikiran saya sendiri yang terlalu jauh melenceng karena mengaitkan antara perbedaan pendapat era Reformasi dengan era OrLa atau OrBa?

Meskipun pemerintah jarang sekali mendapatkan sanjungan atau pujian dan selalu dianggap kalau tidak pernah beres mengurusi rakyatnya, tapi tetap saja Indonesia ini memiliki peraturannya sendiri untuk mengatur rakyatnya. Adanya perbedaan keyakinan dan pendapat adalah hal yang wajar di dunia demokrasi dan telah dijamin dalam pasal-pasal yang ada di UUD 1945. Maka, apakah mungkin kita menyatukan perbedaan pendapat itu untuk mencapai satu kata mufakat? Karena ingin sekali saya melaksanakan puasa dan menikmati nikmatnya Idul Fitri tanpa harus berbeda hari dengan orang lain L

Perbedaan itu memang indah, tapi mbok ya jangan membingungkan tho, hehehe… :p

Btw, selamat menjalan ibadah puasa bagi yang menjalankan dan mohon maaf lahir dan batin ya J




190712

2 komentar:

NF mengatakan...

saya juga merasakan sepertinya dulu waktu jaman Pak Harto ga terlalu mencuat perbedaan2 seperti ini, apa karena dulu itu diredam atau memang demokrasi ini semakin kebablasan jadi.. semuanya merasa lebih benar, entahlah..

btw mohon maaf lahir batin juga :)

Irda Handayani mengatakan...

@NF : sama2 mbak, mohon maaf lahir dan batin juga :)

Posting Komentar

ShareThis