Bulan puasa sudah di depan mata, euforia piala dunia berubah
haluan menjadi euforia Ramadhan, bulan penuh berkah. Bahkan, sebelum bulan
puasa tiba, banyak orang sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, seperti
iklan yang membabi buta tentang cerita penuh berkah, atau iklan promosi paket
Ramadhan, bahkan iklan untuk Idul Fitri nanti juga sudah tiba. Wew, euforia
Idul Fitri tiba lebih awal pun semakin ramai menjangkiti semua aspek kehidupan.
Mencicil baju baru atau perlengkapan lainnya untuk
Lebaran juga sudah dilakukan jauh-jauh hari, mungkin satu atau dua bulan
sebelumnya. E-shop semakin membanjiri ranah dunia maya, mulai dari tag berbagai
produk di dunia socmed seperti Facebook, Twitter, blog, hingga jalur komunikasi
pribadi.
Harga kebutuhan pokok mulai naik setinggi-tingginya seiring
dengan semakin ramainya gaung Ramadhan penuh berkah, dan mungkin akan enggan turun setelah masa Ramadhan dan
Idul Fitri berlalu. Sebelum benar-benar berpuasa, banyak orang yang sangat berhasrat
untuk memuaskan nafsu makannya, mencicipi semua makanan favorit sebelum menahan
lapar dan dahaga.
Beberapa tahun belakangan ini, kiblat penentuan kapan
berpuasa untuk umat muslim di Indonesia selalu beragam. Ada yang lebih dulu
berpuasa, dan ada juga yang lebih lama berpuasa, yang akan berpengaruh juga
kepada hari Idul Fitri. Masing-masing ormas memiliki metodenya sendiri untuk
menentukan kapan dimulainya puasa.
Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua.
Tapi kalau berbeda-beda dalam menentukan kapan dimulainya puasa seperti ini
justru membuat bingung semua orang, yang ujung-ujungnya lebih mengikuti
keputusan puasa yang dibuat oleh ormas atau keyakinannya masing-masing.
Seingat saya, saat masih kecil dulu, sekitar tahun 90-an,
perbedaan penentuan dimulainya puasa seperti ini jarang sekali terjadi. Saya
sendiri tidak tahu, apakah ada korelasinya antara perbedaan pendapat mengenai
penentuan puasa dengan pengaruh Orde Lama atau Orde Baru? Karena pada masa itu
kediktatoran pemerintah sangat solid, sehingga berpengaruh ke semua aspek
kehidupan. Atau apakah pemikiran saya sendiri yang terlalu jauh melenceng
karena mengaitkan antara perbedaan pendapat era Reformasi dengan era OrLa atau
OrBa?
Meskipun pemerintah jarang sekali mendapatkan sanjungan
atau pujian dan selalu dianggap kalau tidak pernah beres mengurusi rakyatnya,
tapi tetap saja Indonesia ini memiliki peraturannya sendiri untuk mengatur
rakyatnya. Adanya perbedaan keyakinan dan pendapat adalah hal yang wajar di
dunia demokrasi dan telah dijamin dalam pasal-pasal yang ada di UUD 1945. Maka,
apakah mungkin kita menyatukan perbedaan pendapat itu untuk mencapai satu kata
mufakat? Karena ingin sekali saya melaksanakan puasa dan menikmati nikmatnya
Idul Fitri tanpa harus berbeda hari dengan orang lain L
Perbedaan itu memang indah, tapi mbok ya jangan membingungkan tho,
hehehe… :p
Btw, selamat menjalan ibadah puasa bagi yang menjalankan
dan mohon maaf lahir dan batin ya J
190712
2 komentar:
saya juga merasakan sepertinya dulu waktu jaman Pak Harto ga terlalu mencuat perbedaan2 seperti ini, apa karena dulu itu diredam atau memang demokrasi ini semakin kebablasan jadi.. semuanya merasa lebih benar, entahlah..
btw mohon maaf lahir batin juga :)
@NF : sama2 mbak, mohon maaf lahir dan batin juga :)
Posting Komentar