Masih ingat tentang cerita Kantor Pos Mini yang Hampadi Pinggir Jalan? Akhir-akhir ini saya kembali mendatangi kantor pos itu untuk mengirimkan dokumen dan memaketkan barang. Petugas pak tua berkacamata yang sering saya temui 7 atau 8 tahun yang lalu tidak terlihat lagi, mungkin sudah di pindahkan atau sudah pensiun, beliau digantikan oleh petugas yang lain.
Pada tanggal 7 November 2011, saya mengirimkan sebuah dokumen kepada teman saya yang berada di Lhokseumawe (posisi saya di Medan). Dokumen di timbang dan petugas memberitahukan biaya pengiriman barang yang harus saya bayar yaitu sebesar Rp 6.000,-. Saya membayarnya sesuai dengan harga yang disebutkan oleh petugas tersebut dan saya menerima bukti resi-nya.
Bukti Resi Tanggal 7 November 2011 |
Bukti Nominal di Resi |
Sesampainya di rumah, iseng saya cek resi itu dan ternyata harga yang ditampilkan adalah Rp 5.000,- saja. Awalnya saya merasa ditipu, dibohongi mentah-mentah dan merasa sangat kecewa. Bukan karena kehilangan uang Rp 1.000,- ,tapi kecewa terhadap pelayanan dan ketidakjujuran petugas pos itu. Karena, selama ini, saya tidak pernah menerima perlakuan seperti ini dari petugas pak tua yang dulu saya kenal. Akhirnya, saya mengalah, berusaha ikhlas dengan apa yang terjadi dan semoga kerugian tersebut bisa menjadi rezeki bagi si petugas itu.
Masih ada rasa penasaran kepada petugas pos itu, hingga ada sebuah pertanyaan di benak saya, kalau saya melakukan transaksi lagi di kantor pos itu, apakah petugas tersebut berbuat hal yang sama lagi? Maka, pagi ini ketika saya akan mengirimkan paket ke teman yang di Lhoseumawe lagi, saya memutuskan untuk menggunakan jasa kantor pos itu lagi, saya ingin melakukan sebuah tes tentang kejujurannya.
Setelah paket di timbang, petugas itu mencatat data si pengirim dan si penerima dan menyebutkan biaya pengiriman barang sebesar Rp 19.000,-. Jujur, saya tidak percaya dengan harga yang dia katakan kepada saya, namun saya tetap memberikan uang untuk membayar biaya pengiriman itu. Dan benar saja, nominal yang di runjukkan oleh resi adalah sebesar Rp 18.500,-. Ya sudah, kembali saya kepada sikap ikhlas, toh hanya Rp 500,- saja kan?
Bukti Resi Tanggal 26 November 2011 |
Bukti Nominal di Resi |
Kejadian di atas membuat saya mencari korelasinya dengan kejadian yang sering ditemui di supermarket-supermarket. Dimana, ada satu hal yang sama yaitu mereka tidak jujur terhadap konsumennya, baik kejujuran menurut sikap maupun menurut keuntungan. Apapun alasannya, tindakan itu tidak akan pernah dibenarkan oleh siapapun juga, kecuali pembenaran dari oknum yang memang meraup keuntungan tidak halal itu.
Sudah menjadi rahasia umum kalau supermarket-supermarket meraih keuntungan yang lain dari recehan para pelanggannya, apakah itu dengan modus “tidak ada kembalian uang receh” atau dengan kembalian berupa permen. Supermarket yang besar, tentu memiliki banyak konsumen dan pelanggan, katakanlah minimal 100 orang dalam 1 hari, ya tinggal kita kalikan saja nominal 100 dengan recehan-recehan tersebut, dapat mencapai angka Rp 100.000 ke atas kan?
Jika kita tilik kepada tindakan petugas pos itu, modusnya sama, meraih keuntungan dari kembalian receh konsumennya. Namun, bila rasa prikemanusiaan yang berbicara, maka akan lain ceritanya. Semenjak semakin berkembangnya teknologi, semakin ditinggalkannya kantor pos, bisa dihitung dengan jari berapa banyak pengunjung yang mendatangi kantor pos kecil seperti itu, bahkan mungkin tidak mencapai angka 10 orang.
Recehan tersebut mungkin untuk uang masuknya selain dari gaji yang diterimanya, mungkin gajinya selama ini masih kurang dan tidak seimbang dengan pengeluaran bulanannya, mungkin untuk membiayai keperluan yang lain, dan masih banyak kemungkinan yang lainnya. Intinya, saya belajar ikhlas dengan tindakan si petugas pos itu. Biarlah recehan saya menjadi berkah dan bermanfaat baginya, karena saya tahu tidak banyak yang didapatnya.
Meskipun terdapat kesamaan, meskipun terdapat tindakan ketidakjujuran, meskipun ada yang dirugikan, meskipun mereka meraih keuntungan dari jalan yang tidak benar, semuanya tetap berujung kepada satu hal, untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Semua orang berhak mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri, setiap orang memiliki pilihan hidup yang berbeda-beda, setiap orang akan berusaha dengan cara apapun dan berbeda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apapun itu, berusahalah untuk tetap menjunjung kejujuran dan tidak mengecewakan pelanggan. Jangan pernah memberikan rasa kekecewaan dan ketidakjelasan terhadap suatu hal kepada orang lain.
261111
2 komentar:
wahhhh x_x
@mb Nurmayanti :
kenapa mb? kaget ya? atau ikutan miris seperti saya?
Terima kasih atas komennya :)
Posting Komentar