Beberapa saat yang lalu saya membuat sebuah tulisan yang bersifat reportase tentang Pernikahan Unik JaBat (Jawa-Batak). Untuk tulisan kali ini saya akan menuliskan reportase kembali tentang pernikahan unik yaitu Pernikahan JaCin (Jawa-Cina).
Kedua mempelai naik ke panggung, saling menatap mesra, sebagai simbolis bahwa tidak ada perbedaan yang bisa memisahkan cinta mereka, dan justru perbedaan itulah yang menyatukan cinta mereka berdua. Mereka tersenyum malu-malu, hahahaha. Kemudian, seluruh anggota keluarga, baik orang tua maupun perwakilan dari kakak-kakak tertua ikut naik ke atas panggung yang dihiasi dengan ornamen serba merah itu.
Begitulah hidup, perbedaan justru menjadi simpul ikatan yang kuat diantara dua orang anak manusia. Mungkin masih banyak kisah pernikahan berbeda SARA yang lainnya, dan hendaknya kita tidak melihat dan terlalu terfokus pada perbedaan itu saja namun justru menjadikannya berkah untuk semakin memperkuat ikatan persaudaraan yang berdasarkan cinta dan kasih sayang.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyinggung masalah SARA, namun justru menitikberatkan kepada keragaman etnis dan budaya yang tergabung dalam tali pernikahan. Dimana pernikahan itu sendiri tidak memandang usia, suku bangsa, agama dan etsis, karena cinta dan kasih sayang yang menjadi dasar sebuah hubungan suci pernikahan.
Mempelai wanita adalah adik sahabat saya, bersuku Jawa-Mandailing, sedangkan mempelai prianya adalah murni keturunan Chinese. Hubungan percintaan mereka dimulai ketika si mempelai pria jatuh cinta kepada si mempelai wanita, dan si wanita pun menyambut uluran cintanya. Meskipun perjuangan cinta mereka sering mendapat masalah karena perbedaan suku bangsa dan agama, namun akhirnya semuanya bisa di atasi dengan mualaf-nya si pria.
Pesta pernikahan pun digelar di rumah sang mempelai wanita, mengusung adat Jawa yang semakin memeriahkan acara resepsi itu. Tidak ada lagi yang mencibir hubungan mereka karena telah sah secara hukum maupun agama, meskipun keluarga pria belum memberikan restu sepenuhnya ketika itu. Lambat laun, yang namanya orang tua juga akan bahagia ketika melihat anaknya bahagia dengan pilihan hidupnya, hingga akhirnya keluarga besar pria itu pun memberikan restu mereka, dan dibuatlah kembali resepsi pernikahan untuk mereka.
Resepsi pernikahan dengan adat Chinese ini dilaksanakan tadi malam, dan karena saya termasuk undangan maka saya pun menghadirinya. Meskipun (mohon maaf kalau ada yang tersinggung) saya merasa sedikit khawatir dengan makanan yang akan dikonsumsi nanti, hehehe. Tapi Alhamdulillah semua rasa khawatir saya itu musnah, karena pihak mempelai pria menyuguhkan dua meja hidangan, satu meja untuk para undangan muslim dan satu meja lagi untuk yang non muslim.
Terkait dengan jilbab yang saya kenakan, Alhamdulillah tidak ada yang menatap saya dengan aneh karena memasuki tempat yang dipenuhi oleh tamu-tamu bermata sipit itu, mereka malah bertindak ramah menyambut kami, dan ternyata ada juga tamu yang mengenakan jilbab lainnya ^^.
Acara dimulai pukul 20.00 WIB, iringan orang tua dan keluarga dari pihak wanita dan pihak pria bergiliran memasuki ruang resepsi, kemudian diikuti oleh kedua mempelai. Tepuk tangan riuh terdengar, seakan tidak ada lagi perbedaan yang terlihat diantara mereka. Pembawa acara juga menyambut kami dengan dua bahasa, yang pertama adalah bahasa Indonesia dan yang kedua adalah bahasa Chinese.
Acara dimulai pukul 20.00 WIB, iringan orang tua dan keluarga dari pihak wanita dan pihak pria bergiliran memasuki ruang resepsi, kemudian diikuti oleh kedua mempelai. Tepuk tangan riuh terdengar, seakan tidak ada lagi perbedaan yang terlihat diantara mereka. Pembawa acara juga menyambut kami dengan dua bahasa, yang pertama adalah bahasa Indonesia dan yang kedua adalah bahasa Chinese.
Seorang pelayan naik dengan membawa sebuah nampan yang besar berisi gelas-gelas yang berisi minuman bersoda, sama seperti minuman bersoda yang ada di meja kami. Ketika saya tanyakan, kenapa harus minuman ini? Seorang anggota keluarga pria menjawab bahwa minuman ini sebagai pengganti arak, karena acara ini adalah acara bersulang arak antara kedua mempelai, para anggota keluarga dan kepada para tamu.
Acara dilanjutkan kembali dengan hiburan karaoke keyboard, dimana siapapun tamu yang ingin bernyanyi diperbolehkan, dan tentu saja banyak yang ingin menyumbangkan suaranya karena siapapun yang bernyanyi akan mendapat angpao dari kedua mempelai maupun dari anggota keluarga mempelai lainnya. Wah, enak banget ya? Kalau seperti itu di setiap acara resepsi pernikahan, saya mau juga donk dapat angpao-nya , hehehe.
Sementara itu, kedua mempelai juga harus bersulang kepada orang tua dan kakak-kakak tertua dari pihak pria dan pihak wanita. Mereka berkumpul dalam satu meja, dan mempelai wanita harus melayani mereka semua dengan menyuguhkan minuman ataupun makanan yang disajikan. Makanan di acara itu seperti makanan yang diberikan di acara-acara resepsi pernikahan pada umumnya, ada rendang daging, tauco medan, keripik kentang pedas, udang goreng tepung dan ikan gurame asam manis, wuih… pokoknya malam itu kami makan besar.
Sebagai pengganti arak, mereka juga menyuguhkan minuman beralkohol yang diletakkan di semua meja tamu. Siapapun diperbolehkan untuk meminum minuman beralkohol itu. Sebenarnya saya tidak bermasalah, meskipun mereka cuek minum di depan saya yang menggunakan jilbab, itu hak mereka dan saya tidak ingin membuat keributan yang tidak penting karena hal ini. Namun, yang sangat saya sayangkan adalah bahwa para pengkonsumsi minuman beralkohol itu meminumnya di depan anak-anak yang masih balita. Miris rasanya, namun saya bisa berbuat apa, anak-anak itu adalah anak-anak kandung mereka sendiri yang seharusnya tidak diajarkan secara tidak langsung seperti itu.
Acara berakhir pukul 21.30 WIB, para tamu juga sudah mulai pulang, saya pun menyempatkan diri untuk berfoto bersama dengan kedua mempelai. Dan, ketika kedua mempelai akan berfoto bersama dengan keluarga mereka, saya diikutsertakan juga, hehehe, lumayan nampangin wajah yang tidak seberapa ini :p
Sebenarnya, ketika saya mencari informasi tentang acara resepsi pernikahan ala Chinese, ada lagi upacara yang harus dilakukan oleh kedua mempelai seperti upacara minum teh, yang ternyata telah dilaksanakan pagi harinya. Ya, meskipun saya tidak bisa hadir dan meliputnya namun secuil pengalaman ini cukup bagi saya untuk dijadikan sebagai bahan tulisan reportase sederhana bagi Anda semua.
Begitulah hidup, perbedaan justru menjadi simpul ikatan yang kuat diantara dua orang anak manusia. Mungkin masih banyak kisah pernikahan berbeda SARA yang lainnya, dan hendaknya kita tidak melihat dan terlalu terfokus pada perbedaan itu saja namun justru menjadikannya berkah untuk semakin memperkuat ikatan persaudaraan yang berdasarkan cinta dan kasih sayang.
091111
4 komentar:
Semoga keluarga saya bisa menerima nya juga nanti... Amin. Ini percis seperti yang saya inginkan.. Ya Tuhan. Berikanlah petunjuk mu.
Semoga keluarganya bisa menerimaku nanti
Sebentar lagi saya juga akan menikah dengan beliau yang keturunan chinnese, semoga keluarga kami juga akan merestui dan turut bahagia atas pernikahan kami nanti, amin Yesus.
Hai kak mau tanya, pernikahan kakak pakai adat apa jadinya?
Posting Komentar