Penipu tetap saja memiliki banyak akal untuk mengelabui para korbannya. Baik itu memang di sengaja, kejahatan terselubung, atau memang kejahatan yang memang kasat oleh mata.
Latar belakang mengapa saya mengatakan hal itu adalah karena saya mengalami kejadian yang bisa dikategorikan ke dalam penipuan dan kejahatan tersembunyi atau memang telah menjadi kejahatan yang di publikasikan.
Untuk menunjang komunikasi antar rekan kerja, maka saya membeli kartu operator yang sama seperti yang mereka gunakan. Selama ini, jika saya membeli voucher di counter-counter kecil di pinggir jalan, belum pernah merasakan penipuan, jadi saya berasumsi bahwa counter-counter seperti itu tidak akan membohongi para pelanggananya, karena counter itu juga merupakan perwakilan dari dealer-dealer operator komunikasi.
Saya membeli kartu perdana seharga Rp 2.000,- dengan pulsa sebesar Rp 2.400,-. Saya percaya saja dan langsung memilih kartu dengan nomor yang mudah diingat, lagipula saat saya baca di kartunya yang masih terbungkus rapi dan tersegel memang tertera harga itu. Setelah membayar, saya langsung pergi.
Sesampainya di tempat kerja, saya langsung membuka kemasan kartu perdana itu karena akan langsung digunakan. O-o!!… Apa yang terjadi? Kemana kartu perdananya? Di slot kartunya tidak ada, bolong dan tidak ada kartu yang terlihat jatuh. Saya pastikan lagi untuk mencari, mungkin kartunya copot dan jatuh ketika saya buka kemasannya. Dan hasilnya adalah nihil! Kecewa sekali saya, namun karena banyak pekerjaan yang mengharuskan saya untuk stand by, maka complain tentang kartu itu saya tangguhkan hingga besok hari.
Keesokan harinya, saya datang lagi, dan ternyata penjaga counter-nya berbeda orang. Langsung saja saya to the point mengatakan kejadian kemarin dan membawa barang buktinya. Akhirnya dia membolehkan saya untuk memilih dan mengambil kartu yang lain. Saya pilih kembali dan langsung saya buka di depannya. Jeng… jeng… Apakah yang terjadi saudara-saudara? Yup, di dalam kemasan yang rapi terbungkus plastik dan masih tersegel, ternyata juga tidak ada kartunya (chip), bolong melompong kartunya.
“Tuh kan mbak, nggak ada kartunya! Saya nggak bohong loh?!” serang saya langsung
“Koq bisa begitu ya?” dengan wajah manyunnya dan keterpaksaan dia membiarkan saya memilih nomor yang lain di dalam kaca etalase yang telah dihargai dengan harga Rp 7.000,- per kartu perdana.
Saya buka lagi kartu itu di hadapannya, dan…. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mendapat kartu perdana baru, horeeee…. Si mbak penunggu counter hanya berwajah masam saat melihat saya tersenyum puas, hehehehe
Sebenarnya, saya pernah menonton tayangan investigasi di salah satu stasiun televisi swasta yang mengangkat topik tentang pemalsuan kartu perdana operator. Tapi saya tidak pernah membayangkan akan mengalaminya sendiri, sebuah pengalaman yang sangat berharga dan sangat menjadi pelajaran. Memang sie, saya akui, harga kartu perdana itu murah hanya Rp 2.000,-, tapi kalau yang tertipu 10 orang bukannya menjadi Rp 20.000,-, wah, sayang kan uang segitu kita berikan untuk para penipu.
Berhati-hatilah dalam membeli barang, apapun itu, khususnya kartu perdana operator seperti kasus saya di atas. Jangan membeli kucing dalam karung, istilah kerennya. Anyway, semoga curahan hati saya di atas bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Silahkan di ambil hikmahnya, diambil nilai postifnya, dan segera tinggalkan nilai negatifnya ya.
Selamat menjalani hari ^___^
Bandung - 020811
0 komentar:
Posting Komentar